Minggu, 10 Agustus 2008

KPK Siapkan Baju Khusus Bagi Koruptor

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menerapkan aturan bagi tersangka atau terdakwa korupsi untuk mengenakan baju khusus. Penggunaan seragam ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan menimbulkan rasa malu.
"Sudah diusulkan dan didiskusikan bahwa koruptor akan diberi baju khusus. Pimpinan sudah tidak ada yang keberatan. Ini masih akan didesain," ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin saat memaparkan hasil survei tentang persepsi masyarakat terhadap KPK (07/08) di Gedung KPK Jakarta.
Selain penggunaan baju khusus, KPK juga mempertimbangkan untuk memborgol tersangka dan terdakwa korupsi. Namun, aturan dan teknis pelaksanaan ketentuan ini masih akan dibahas lebih jauh oleh pimpinan KPK. Dalam waktu dekat, aturan ini sudah dapat diterapkan bagi seluruh tahanan KPK. Jasin pun memastikan bahwa rencana ini tidak akan melanggar ketentuan. Apalagi, Pasal 25 ITU No 30/2002 tentang KPK memberi kebebasan pada lembaga itu dalam mengeluarkan keputusan demi mendukung kinerja. "Untuk borgol, sebisa mungkin kita pertimbangkan dalam rapat pimpinan," ujar Jasin.
Menurut Jasin, wacana untuk mewajibkan tahanan KPK mengenakan baju khusus, murni didasarkan upaya pendidikan antikorupsi. Kewajiban mengenakan baju khusus hanya bersifat sanksi sosial. Penampilan yang berbeda ini diharapkan dapat memberi efek jera serta mendidik masyarakat menghindari praktik korupsi. Jasin pun menepis anggapan bahwa wacana ini terlalu berlebihan, sehingga bisa melanggar hak-hak pribadi seseorang. Sebab, proses hukum dijamin akan tetap berjalan pada aturan yang berlaku. "Kita tidak mendesain seseorang untuk dihukum, tetapi benar-benar diadili," tegasnya.
Berdasarkan pengamatan KPK selama ini, seorang tersangka, terdakwa, bahkan terpidana korupsi seringtidak menunjukkan rasa penyesalan sama sekali. Bahkan, di antara mereka ada yang secara terbuka tetap menunjukkan citra baik di hadapan masyarakat melalui ekspose media. Tidak jarang pula, saat datang hendak diperiksa KPK, mereka tersenyum sambil melambai-lambaikan tangan.
"Selama ini malah ada koruptor yang senang dan bangga terus tampil di televisi, padahal seharusnya dia malu," ujar Jasin.
Sebaliknya, dalam perkara tindak pidana umum, penggunaan baju khusus tersangka ataupun terdakwa merupakan hal biasa. Seorang tersangka yang sedang disidik kepolisian saat diperiksa dan ditahan biasanya menggunakan baju khusus tahanan.
Menanggapi rencana KPK ini, Koordinator Bidang Moni toring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengaku sepakat. Penggunaan baju khusus dengan label koruptor dinilai sebagai tepat sebagai terapi kejut yang mampu meningkatkan efek jera bagi para koruptor atau calon koruptor.
Hal senada disampaikan Direkrur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Denny Indrayana. Menurut Denny, selama ini yang tidak ada dari penegakan hukum di Indonesia adalah tindakan mempermalukan dan memberikan efek jera bagi para koruptor. "Pemakaian baju khusus koruptor itu memang harus dilakukan untuk mempermalukan," tandas Denny.

ICW: Tunggakan Royalti Batubara Capai Rp 16,482 Triliun

Hasil perhitungan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyimpulkan total tunggakan pembayaran royalti seluruh produsen batubara yang beroperasi di Indonesia mencapai Rp 16,482 triliun.
"Hasil perhitungan kami menyimpulkan total tunggakan produsen batubara pada negara sebesar Rp 16,482 triliun," ungkap Kadiv Pusat Data ICW, Firdaus Ilyas, dalam jumpa pers di kantornya, Kalibata, Jakarta, Jumat (8/8/2008).
Hasil perhitungan tersebut cukup mengejutkan. Sebab dalam siaran pers yang diumumkan oleh Departemen ESDM pada 6 Agustus lalu dinyatakan total tunggakan royalti batubara sejak 2001 hingga 2007 hanya sebesar Rp 7 triliun saja.
"Selisih Rp 16,482 triliun tersebut kami peroleh dari perhitungan jumlah total penjualan batubara sepanjang tahun 2000 hingga 2007 terhadap 13,5% royalti yang harus dibayarkan pada negara sebagaimana telah ditentukan," ujar Firdaus.
Menurut Firdaus, sepanjang 2000 hingga 2007, total volume batubara yang dijual oleh seluruh produsen batubara di Indonesia sebanyak 1,022 miliar ton.
"Berdasarkan jumlah tersebut, seharusnya total royalti yang dibayarkan selama periode itu sebesar Rp 40,477 triliun," jelas Firdaus.
Namun berdasarkan data penerimaan royalti negara, jumlah yang diterima negara sebesar Rp 23,995 triliun. Artinya terdapat selisih royalti yang tidak masuk kas negara sebesar Rp 16,482 triliun.
"Itu jika berdasarkan harga rata-rata FOB masing-masing produsen. Jika menggunakan patokan harga internasional batubara selama periode tersebut, jumlah royalti yang tidak masuk kas negara jauh lebih besar lagi," papar Firdaus.
Jika menggunakan patokan harga batubara internasional dengan jumlah produksi sebesar 1,022 miliar ton sepanjang 2000-2007, maka total penerimaan royalti negara dari batubara seharusnya sebesar Rp 62,149 triliun.
"Artinya, jika dalam data riil penerimaan negara dari royalti batubara selama periode tersebut hanya sebesar Rp 23,995 triliun, maka tunggakan royalti yang tidak masuk kas negara mencapai Rp 38,154 triliun," papar Firdaus.
Menanggapi hal ini, ICW mengimbau agar segera dilakukan audit pada semua produsen batubara yang beroperasi di Indonesia.
"Hal ini perlu dilakukan agar jumlah tunggakan yang seharusnya diterima negara bisa diketahui secara transparan," ujar Firdaus.
***