Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya tetap mempertahankan Paskah Suzetta dan MS Kaban dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu. Menurut kesaksian Hamka Yandhu dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Paskah disebutkan telah menerima dana Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 1 miliar, sedangkan Kaban disebutkan menerima dana Rp 300 juta. Keduanya bersama dengan 50 anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 lainnya juga disebutkan telah menerima dana BI dalam berbagai bentuk.
Pemerintahan Presiden Yudhoyono dikenal publik sebagai pemerintahan yang menempatkan pemberantasan korupsi sebagai agenda utama. Presiden juga beberapa kali menegaskan akan memimpin sendiri pemberantasan korupsi dan itu akan dimulai dari halaman istana.
Komitmen itu diwujudkan Presiden saat memberi arahan kepada Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk membenahi Kejaksaan Agung yang kredibilitasnya rontok menyusul terungkapnya percakapan telepon Artalyta Suryani dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Untung Udji Santoso. Keduanya kemudian dicopot dari jabatannya
Dalam kasus Paskah dan Kaban, Presiden memberikan respons berbeda. Kedua menteri itu dipanggil Presiden untuk memberikan keterangan. Kesimpulannya; Presiden memutuskan tetap mempertahankan kedua menteri itu dan menegaskan masih memercayai keduanya. Kepercayaan itu akan dicabut jika keduanya dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Kita menghormati putusan Presiden itu karena berdasarkan konstitusi menteri adalah pembantu presiden. Penggantian menteri seperti pernah dilakukan Presiden Yudhoyono saat mengganti Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin dan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra adalah hak prerogatif Presiden.
Penilaian publik yang muncul-apa pun penilaian itu-wajar karena publik mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap Presiden dalam pemberantasan korupsi. Ekspektasi itu juga ikut terbentuk oleh pernyataan Presiden sendiri soal pemberantasan korupsi. Reaksi publik, yang bisa mewujud dalam berbagai bentuk, tentunya sudah diperhitungkan Presiden. Meratanya penerima dana BI dari hampir semua parpol tentu menjadi faktor yang dipertimbangkan Presiden untuk tetap mempertahankan keutuhan kabinetnya sampai Pemilu 2009.
Terlepas dari kalkulasi politik pragmatis, kita tinggal menaruh asa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menuntaskan pemberantasan korupsi. Dalam konteks itu. memanggil dan mengonfrontasikan semua pihak yang diduga menerima dana BI dengan Hamka Yandhu dan pejabat BI lainnya adalah keniscayaan hukum. Biarlah hakim dan jaksa memberikan penilaian secara hukum, sementara publik akan mene-ropongnya dari berbagai sudut pandang, moral, kepatutan, etika, atau hukum sebagai bekal mengambil sikap politik.
*** Sumber : Kompas, 6 Agusutus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar